Kita
pasti sering mendengar kata telematika, Apa sih itu Telematika ? Di perkembangan zaman yang telah maju di bidang Teknologi
Informasi (IT) begitu pula dengan Teknologi telematika, sebelum kita membahas
lebih jauh tentang telematika kita harus tau arti telematika itu sendiri,
telematika merupakan singkatan dari Telekomunikasi melaui media Informatika.
Menurut
sejarahnya telematika berasal dari sebuah Istilah telematika pertama kali
digunakan pada tahun 1978 oleh Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya L’informatisation
de la Societe dalam bahasa
Perancis yaitu “TELEMATIQUE” yang berarti pada bertemunya system jaringan
komunikasi dengan teknologi informasi. Kemudian menjadi
singkatan TELEMATICS yang memiliki kepanjangan dari “TELECOMMUNICATION
and INFORMATICS” Menurut Wikipedia, Telematika adalah singkatan dari
Telekomunikasi dan Informatika.
Menurut
instruksi presiden RI no.6 tahun 2001 tentang kerangka kebijakan perkembangan
dan pendayagunaan telematika di Indonesia didapat pengertian telematika sebagai
berikut : “……. Telekomunikasi, media dan informatika atau disingkat sebagai
teknologi telematika…”.
Menurut
Yusuf Hadi Miarso ( 2007 ) telematika merupakan sinergi teknologi telekomunikasi
dan informatika untuk keperluan pemrosesan data dengan sistem binary ( digital
). Telekomunikasi adalah sistem hubungan jarak jauh yang terjalin melalui
saluran kabel dan nirkabel ( gelombang suara, elektromagnetik, dan cahaya ).
Sedangkan informatika adalah pengelolaan data yang bermakna dengan sistem
binary ( digital ). Istilah Teknologi dan Komunikasi (ICT = Information and
Communication Technology ) yang lebih dikenal sekarang ini bermaksud memperluas
pengertian telematika.
Telematika
adalah sarana komunikasi jarak jauh melalui media elektromagnetik yang memiliki
kemampuan menstransmisikan sejumlah besar informasi, dengan jangkauan seluruh
dunia, dan dalam berbagai cara, yaitu dengan perantaraan suara (telepon,
musik), huruf, gambar, dan data atau kombinasi-kombinasinya. Maka dapat disimpulkan bahwa telematika adalah komunikasi jarak jauh
baik satu arah maupun 2 arah dalam bentuk media digital
Perkembangan
Telematika Di Indonesia
Peristiwa
proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan sekaligus
menempatkannya pada situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena
Indonesia sebagai sebuah negara belum memiliki perangkat sosial, hukum, dan
tradisi yang mapan. Situasi itu menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya
pembangunan karakter bangsa di tahun 50-an dan 60-an. Di awal 70-an, ketika
kepemimpinan soeharto, orientasi pembangunan bangsa digeser ke arah ekonomi,
sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an belum mencapai
tingkat kematangan.
Dalam latar
belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan informasi, mulai dari radio,
telegrap, dan telepon, televise, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan
perangkat multimedia tampil dan berkembang di Indonesia. Perkembangan
telematika penulis bagi
menjadi 2 masa yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.
1. Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra
satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia
masih terbatas pada bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia (RRI)
lahir dengan di dorong oleh kebutuhan yang mendesak akan adanya alat perjuangan
di masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan perangkat keras
seadanya. Dalam situasi demikian ini para pendiri RRI melangsungkan pertemuan
pada tanggal 11 September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI
sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara rakyat
dengan rakyat.
Sedangkan telepon
pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah untuk
membangun telekomunikasipun masih kecil jumlahnya. Saat itu, telepon dikelola
oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim dari
Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan operator tunggal siaran radio di
Indonesia. Setelah itu bermunculan radio – radio siaran swasta. Lima tahun
kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang mengatur tentang radio siaran non
pemerintah.
Periode awal tahun
1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian Indonesia, para ahli
teknologi masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”. Misalnya saja, PTT
masih menggunakan sentral-sentral telepon yang manual, teknik radio High
Frequency ataupun saluran kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa itu,
banyak negara pemberi dana untuk Indonesia – termasuk pendana untuk pengembangan
telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin memburuknya
situasi dan kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada
masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia dan menaruh
perhatian besar pada bidang telekomunikasi Indonesia, dan menyediakan dana
walau di masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan telekomunikasi
masih difokuskan pada pengadaan sentra telepon, baik untuk komunikasi lokal
maupun jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia saat itu belum memiliki
satelit. Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini diperoleh
dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang sama,
dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain bagi
Indonesia.
Keleluasaan barulah
bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjaman-pinjaman ke
Indonesia, baik bilateral ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia,
melalui pinjaman yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi
dalam pemfungsian teknologi telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik
di negeri ini. Peda dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti
switches, cables, carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran
televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula hanya dimaksudkan
sebagai perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di Jakarta. Siaran
percobaan pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan upacara
peringatan kemerdekaan RI dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan pada
tanggal 24 Agustus 1962, TVRI bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian Games,
dan tanggal itu dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh
inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama kalinya TVRI memberanikan
diri melakukan siaran langsung dari studio yang berukuran 9x11 meter dan tanpa
akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya berupa permainan piano tunggal
oleh B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun
setelah siaran pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan pembentukan
Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober 1963. Antara
lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass communication
media) dalam pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara
Indonesia serta pembentukan manusia sosialis Indonesia pada khususnya.
Sampai tahun 1989,
TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televise.
Jadi sebelum
satelit palapa mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi yang bersifat
terestrial, yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan. Telekomunikasi
seperti ini tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui penggunaan SKKL
(Saluran Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit dipergunakan.
2. Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang
peluncuran satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa ditelusuri
asal muasalnya dari sebuah konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST
(World Administrative Radio Confrence on Space Telecomunication).
Pada konferensi itu
di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat terbang Hughes.
Perusahaan inilah yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi kepentingan
domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar
belakang militer dan membawa masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan
kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga diwarnai oleh
kepentingan politik dimana hubungan antara Indonesia dengan negara- negara lain
sudah mulai bersahabat. Di sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran luas
ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV, satelit juga menguntungkan
secara ekonomi.
Komunikasi tentang
cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan mudah. Ini berlaku
untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran satelit Palapa di
Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran terdapat 3
orang Indonesia dan perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini
diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di Jakarta,
tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu- satunya proyek teknologi yang
mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen. Namun peluncuran satelit itu
merupakan kebijakan nasional yang gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman perpecahan. Untuk
mempersatukan tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana perhubungan yang
mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini hanya
melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog yang berpihak pada kepentingan Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit
Palapa
Dengan semakin
bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah perusahaan
yang bergerak dalam produksi perlengkapan terkait, seperti RFC (milik Iskandar
Alisjahbana), LEN (milik Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek bisnis
di dunia telekomunikasi mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan
layanan, sementara pengembangan teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi
yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi melonjak secara
drastis. Untuk memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari pemerintah
perlunya perubahan regulasi, yang kemudian membuahkan UU no. 3 tahun 1989
tentang pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat
pengiriman data seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU
ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara telekomunikasi yang
menyediakan seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif dari berlakunya
UU tersebut adalah mulai masuknya pihak-pihak swasta dengan modal yang besar,
walaupun dalam skala usaha yang terbatas.
Mereka datang
dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru. Ini semua
kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan telekomunikasi
di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana, teknologi
dan menejemen, perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang dengan pesat.
Hal ini terjadi sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai tahun 1991
khususnya terlihat jelas bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia menjadi
bertambah luas.
Perkembangan
teknologipun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke otomatis,
dan dari analog menjadi digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut
adanya pengaturan infrastruktur dan standarisasi peralatan. Tak lama kemudian
masuklah teknologi mobile-telecommunication.
Berkembanglah
pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang tidak hanya
menyediakan layanan atau jejaring saja, melainkan juga membangun pabrik-pabrik
dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat bahwa di era
serbuan bisnis telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan bisnis
professional tidak sepenuhnya diikuti.
Sementara itu
faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu terjadi
campur tangan bisnis dari “Keluarga Cendana” yang mengambil peranan sebagai
mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni
mereka seperti Liem Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era
emas telekomunikasi itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank Indonesia membuka
pintunya lebar-lebar bagi pihak swasta asing.
Bahkan mereka
menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam penyelenggaraannya.
Dampak dari dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa regulasi yang ada sudah
tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah disusun rencana untuk
meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.
Beberapa hal yang
diperhatikan dalam review ini adalah :
1. Perkembangan
teknologi tahun 1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun 1990. ini terutama
terjadi akibat konvergensi teknologi, sebagai fungsi dari berbagai jenis jasa
berubah dan timbul jasa-jasa baru yang perlu diakomodasikan. Konvergensi
teknologi bahkan memungkinkan teknologi dipadu dengan broadcasting, sehingga
timbullah telematika, teleinformatika, teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut
kebijakan dan peraturan yang baru.
2. Perkembangan
teknologi informasi dan broadcasting itu ternyata tidak hanya berpengaruh pada
masalah politik, dalam artian berita, tetapi juga iklan yang sangat berpengaruh
dalam dunia bisnis. Lebih jauh lagi dengan berkembangannya telebanking,
telekumunikasi sebelumnya dilihat hanya sebagai public utility, kini berubah
menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi
ekonomi menciptakan suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini menuntut
penyelenggaraan telekomunikasi dengan kualitas layanan yang semakin tinggi.
Setelah satelit
Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi Indonesia bisa meliputi seluruh
nusantara, dan bahkan ke luar wilayah nusantara. Satelit telekomunikas itu
kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk telepon tetapi juga untuk berbagai macam
keperluan lain seperti, pengiriman facsimile, telex, dan pengiriman berbagai
informasi dalam bentuk lain termasuk broadcasting. Setelah perkembangan itu
semua terwujud, masyarakat melihat pentingnya peranan telekomunikasi bagi
kehidupan suatu bangsa.
Nusantara 21
Perkembangan
satelit dipacu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21) oleh
presiden RI pada tanggal 27 Desember 1996. Menggelindingnya N21 menjadi masukan
utama untuk pembentukan Tim koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui
Kepres No. 30 tahun 1997. Tugas TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001 tentang
pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
(1)
Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori program aksi dan inisiatif untuk meningkatkan
perkembangan dan pendayagunaan teknologi telematika Indonesia serta
memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya,
(2) Memperkuat
kemampuan menggalang sumber daya yang ada di Indonesia guna mendukung
keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan pendayagunaan teknologi
telematika, melaksanakan forum untuk membangun consensus antar pihak-pihak
terkait di sector pemerintah dan swasta, serta akses mengakses pengalaman
internasional dalam mengembangkan sistem infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai
oleh Menko Produksi Industri Strategis (Ginanjar Kartasasmita), wakil ketua
Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu, Menhankam,
Menpen, Mendagri, Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima menteri
negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN).
Visi N21 adalah
menyediakan wahana berbasis teknologi telekomunikasi dan informatika nasional
di dalam proses transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat tradisional
(traditional society) menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK dan
berbasis pengetahuan (knowledge based society).
Konsep N21
merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan informasi berupa
jaringan komunikasi terpadu. N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara lain,
(a) Memanfaatkan semua teknologi yang dapat mendukung pembangunan di semua
sektor; dan (b) membentuk suatu jaringan maya informasi atau adi marga
informasi (virtual information network atau anformation superhighway) yang
menghubungkan seluruh pelosok tanah air.
Dengan
dikembangkannya N21 maka pada tahun 2000 atau memasuki abad 21 seluruh
kecamatan di Indonesia akan mempunyai akses ke semua teknologi komunikasi dan
computer (K-2) dalam suatu jaringan terpadu yang didukung oleh 11 sistem
satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada tiga sistem satelit yang beroperasi,
yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo
dengan Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan infrastruktur fiik mengandung tiga
kemungkinan penggunaan, yaitu : (1) Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic Super
Highway), (2) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (3) Nusantara Multimedia
Community Acces Centers ( Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi
Telematika Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru pengembangan
telematika yang mencakup tiga kelompok utama, yaitu infastruktur, aplikasi, dan
sumber daya.
1. Infrastruktur
Menurut Jonathan
L.Parapak (Presiden komisaris PT.Indosat) dalam http://www.bogor.net,
perkembangan infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
kebijakan nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi
makro, kemampuan para pelaku nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat
beberapa kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang Telekomunikasi
no. 36 tahun 1999 dan dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan tentang
telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.
Pada tatanan
regulasi telah dicapai beberapa perkembangan penting antara lain
dimungkinkannya pern swasta dan masyarakat yang semakin tinggi dalam
pengembangan regulasi yang telah terwujud dalam penetapan tariff dan
interkoneksi standard, dan lain-lain. Pada tatanan penyelenggaraan kondisi
monopoli dan duopoli yang masih menghambat peran swasta dan masyarakat lebih
besar, keadaan ekonomi yang baru tumbuh sangat mempengaruhi daya beli
masyarakat.
Dalam kondisi ini,
kelihatannya sasaran pembangunan infrastuktur baik adimarga informasi,
multimedia city akan mengalami penundaan. Namun demikian perlu dicatat bahwa
PT.Telkom telah berupaya membangun lingkar-lingkar adimarga kepulauan dan
infrastruktur multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju
selangkah dengan beroperasinya satelit Telkom 1.
Salah satu aspek
yang penting adalah pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang ada.
Tampaknya perlu dikembangkan kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah maupun
pada tingkat penyelenggaraan agar investasi yang telah dilakukan dapat
termanfaatkan dengan berdaya guna dan berhasil guna bagi berbagai komponen
masyarakat, baik pendidikan, layanan kesehatan, pemerintahan maupun kegiatan
bisnis.
2. Aplikasi Telematika
Aplikasi telematika
Indonesia terfokus pada pemberdayaan aparatur negara, pemerkayaan hidup
masyarakat (telemedik, telekarya, pendidikan), penciptaan daya saing bisnis
(perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan aplikasi
telematika perlu dilihat dari tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan
yang di manfaatkan masyarakat.
Dari sudut pandang
kebijakan tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol. Isu kelembagaan
masih banyak diperbincangkan, UU yang terkait dengan atau tentang telematika
(cyber law) masih jauh dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang mendesak,
misalnya pengaturan secure transaction, public ke infrastructure registration
authority, electronic payment, certification authority masih belum
dilaksanakan.
Namun, perhatian
pada perlindungan hak kekayaan intelektual semakin tinggi dan upaya untuk
memantapkan regulasi semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di lapangan
dapat dicatat perkembangan yang menggembirakan dengan semakin meluasnya
homepage, berkembangnya aplikasi seperti E-commerce, E-Banking, E-Brokerage,
dan lain-lai.
Sektor pemerintah
nampaknya berkembang lamban karena kendala keuangan dan sumber daya manusia.
Beberapa kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo e nett, nampaknya
semakin giat untuk mengejar ketertinggalan masyarakat kita di bidang aplikasi.
Aplikasi seperti E-government, tele-education, telemedicine masih dalam taraf
mula yang perlu di dorong berbagai pihak.
3. Sumber Daya Telematika
Dalam bidang sumber
daya , diarahkan pada pengembangan SDM, industri dalam negeri, hukum dan
perdagangan, serta kultur informasi. Secara umum dirasakan bahwa SDM di dalam
negeri belum memenuhi harapan untuk berperan dalam pengembangan teknologi yang
berubah begitu cepat.
Namun demikian,
cukup banyak pula SDM Indonesia di bidang telematika yang bekerja di luar negeri
termasuk di sentra-sentra keunggulan. Usaha berbagai pihak khusunya sector
swasta, nampaknya cukup menggembirakan antara lain dikembangkannya cyber campus
seperti ITB, UPH, dan lain-lain. Yang sangat memprihatinkan adalah pengembangan
industri dalam negeri.
Walaupun berbagi
konsep telah cukup lama di bicarakan seperti Hightech Park di Bandung, Serpong
dan lain-lain sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti. Oleh karena itu
perlu dikembangkan kebijaksanaan nasional untuk mendorong berkembangnya industri
dalam negeri di bidang telematika antara lain sistem insentif.
Dalam mempromosikan
visi N21, inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara bertahap dan
interaktif, visi ini perlu mengakomodasi kebutuhan yang khas dari berbagai
kelompok masyarakat maupun departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai
kelompokmasyarakat dalam merumuskan dan mewujudkan program-program telematika
perlu ditumbuhkembangkan secara berangsur-angsur.
Hal ini pada
gilirannya akan membatasi peranan pemerintah, khususnya dalam hal pengadaan dan
pengelolaan kandungan informasi. Control informasi dari pemerintah justru
dipandang sebagai faktor penghambat bagi upaya penyejahteraan masyarakat
melalui jejaring telekomunikasi.
Pemanfaatan
Telematika di Bidang Pendidikan
Menurut Miarso (2004) terdapat sejumlah pilihan alternatif pemanfaatan di
bidang pendidikan, yaitu :
1. Perpustakaan Elektronik
Perpustakaan yang biasanya arsip-arsip buku dengan di Bantu dengan teknologi
informasi dan internet dapat dengan mudah mengubah konsep perpustakaan yang
pasif menjadi agresif dalam berinteraksi dengan penggunaanya.
2. Surat Elektronik (email)
Dengan aplikasi sederhana seperti email maka kita dapat dengan mudah
berhubungan dengan orang lain.
3. Ensiklopedia
Sebagian perusahan yang menjajakan ensiklopedia saat ini telah mulai
bereksperimen menggunakan CD ROM untuk menampung ensiklopedia sehingga
diharapkan ensiklopedia di masa mendatang tidak hanya berisi tulisan dan gambar
saja, tapi juga video, audio, tulisan dan gambar, dan bahkan gerakan.
4. Sistem Distribusi Bahan Secara Elektronis ( digital )
Dengan adanya sistem ini maka keterlambatan serta kekurangan bahan belajar bagi
warga belajar yang tinggal di daerah terpencil dapat teratasi dengan adanya
internet.
5. Tele-edukasi dan Latihan Jarak Jauh dalam Cyber System
Pendidikan dan pelatihan jarak jauh diperlukan untuk memudahkan akses serta
pertukaran data, pengalaman dan sumber daya dalam rangka peningkatan mutu dan
keterampilan professional dari SDM di Indonesia.
6. Pengelolaan Sistem Informasi
Beberapa informasi telah disimpan dalam bentuk disket atau CD ROM, namun perlu
dikembangkan lebih lanjut sistem agar informasi itu mudah dikomunikasikan.
Mirip halnya dengan perpustakaan elektronik, informasi ini sifatnya lebih dinamik
(karena memuat hal-hal yang mutakhir) dapat dikelola dalam suatu sistem.
7. Video Teleconference
Teknologi ini dapat digunakan sebagai sarana diskusi, simulasi dan dapat
digunakan untuk bermain peran pada kegiatan pembelajaran yang berfungsi
menumbuhkan kepercayaan diri dan kerjasama yang bersifat sosial.
Dampak Penggunaan Telematika
Dampak yang akan muncul penggunaan telematika baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu :
1. Penghematan transportasi dan bahan bakar.
2. Menghindarkan jam-jam yang tidak produktif menjadi lebih produktif.
3. Mengembangkan konsep kegiatan tersebar secara merata ke seluruh daerah.
4. Menyuguhkan banyak pilihan sarana telekomunikasi.
Posisi Indonesia Dalam Bidang Telematika
Sejak AS, sebagai negara yang paling awal mempunyai inisiatif dalam pembangunan
superhighways informasi, meluncurkan The National Infrastructure
Information-nya pada tahun 1991, banyak negara industri lainnya mengikutinya.
Bulan Februari 1996 Inggris dan Jerman memperkenalkan kebijakan-kebijakan
superhighways informasi mereka, yaitu The Information Society Initiative di
Inggris dan program The Info 2000 di Jerman.
Tak lama kemudian di tahun 1996, negara di Asia Tengah mengikutinya, seperti
Filipina dengan Tiger, Malaysia dengan Multimedia Super Corridor (MSC) dan
Singapura dengan Singapore-ONE. Dan di tahun 1997 Indonesia meluncurkan
kebijakan superhighways informasi dengan nama Nusantara 21.
Beda antara Nusantara 21 dengan kebijakan superhighways informasi negara lain
dapat dijelaskan oleh 4 hal yaitu :
1. Evolusi Teknologi
Teknologi terus berubah. Prakiraan perkembangan teknologi di masa mendatang
sangat beragam. Di antara banyak negara tidak ada persetujuan mengenai
kebutuhan untuk menghubungkan dengan kabel tempat-tempat paling jauh. Beberapa
pakar berfikir bahwa teknologi wireless yang didukung oleh satelit dengan orbit
rendah mungkin dapat mewujudkan komunikasi broadband dengan baik. Di Indonesia
tampaknya terjadi evolusi teknologi yang unik. Mengingat masyarakat Indonesia
sebagian besar tinggal di pedesaan dan banyak yang buta huruf, sehingga
tampaknya teknologi visual dan pembicaraan (speech) akan lebih mendapat tempat
di masyarakat daripada teknologi informasi dengan tulisan (text).
2. Struktur pasar dan strategi industri
Para aktor strategi industri yang terlibat dalam pembuatan superhighways
informasi tidak tergantung pada negara dimana mereka tinggal. Strategi-strategi
dari para aktor utama dalam industri content juga menggambarkan ketidakpastian
mengenai masa depan peralatan layanan informasi yang akan digunakan.
Karena tergantung struktur pasar, bisa jadi di masa depan strategi yang tepet
berada dalam pilihan alternatif antara lain multimedia ( seperti CD-ROM,
perangkat lunak PC dan piringan video digital) atau kabel (seperti TV kabel,
telekomunikasi kabel dengan serat optic) atau jejaring telekomunikasi dari
berbagai jenis teknologi telekomunikasi.
Di Indonesia struktur pasarnya cukup beragam, ada wilayah urban, suburbia, dan
rural. Untuk urban semua alternatif seperti multimedia, kabel, jejaring,
telekomunikasi dapat dipertimbangkan. Tetapi untuk daerah suburbia dan rural,
tampaknya yang paling tepat adalah jejaring telekomunikasi dari berbagai
teknologi yang sebelumnya telah ada dan tinggal mengalami beberapa
penyempurnaan, oleh karena itu Nusantara 21 dipersiapkan mengadopsi jejaring
telekomunikasi dari berbagai jenis teknologi telekomunikasi.
3. Penyusunan Institusional
Kebijakan – kebijakan superhighways informasi melibatkan berbagai badan atau
agen pemerintah yang berkoordinasi secara fungsional, sektoral ataupun
territorial. Dalam fungsinya, di AS atau Inggris, pemerintah tidak mengontrol
seluruh proses kebijakan karena telah ada agen-agen regulasi independent.
Secara sektoral, konflik dan persaingan institusional dapat terjadi di antara
departemen pemerintah.
Di Indonesia yang berperan dalam N21 merupakan tim yaitu Tim Koordinasi
Telematika Indonesia (TKTI) yang melibatkan banyak menteri sesuai keppres 30
tahun 1997. Hal ini menunjukkan peran pemerintah Indonesia masih sangat besar
dibandingkan peran swasta, masyarakat dan lain-lain. Adapula institusi yang
lemah posisinya daripada TKTI, yaitu Kelompok Kerja Penyusunan Konsep Buku
Nusantara 21 yang terdiri dari 14 kelompok yang terdiri dari wakil Telkom,
Indosat, dan Universitas.
4. Akomodasi terhadap nilai – nilai nasional
Walaupun label “masyarakat informasi” yang sama digunakan di berbagai negara,
visi sosial yang dikandungnya memiliki content local yang unik, yang berpijak
pada nilai-nilai sosial dasar masing-masing masyarakat setiap negara. Di
Indonesia, konsep superhighways informasi N21 tidak terlepas dari aspek Wawasan
Nusantara yang heterogen dan Ketahanan Nasional, baik dari segi ekonomi,
sosial, politik, serta pertahanan keamanan, yang telah muncul sejak adanya konsep
satelit.
Bahkan N21 sesungguhnya merupakan pemutakhiran dari Palapa, dengan tetap
menggunakan pendekatan pada nilai-nilai yang mempersatukan nusantara. Selain
itu, N21 tercakup juga dalam program Multimedia Asia (M2A), program yang
bertujuan mempersatukan wlayah Asia melalui telematika.
5. Interaksi dengan kebijakan-kebijakan publik lainnya
Melalui tiga analisis yang umumnya dilakukan di semua negara (daya saing
ekonomi, perbaikan kondisi sosial, liberalisasi telekomunikasi), juga analisis
spesifik untuk masing- masing negara, kebijakan superhighways juga dihubungkan
kepada kebijakan-kebijakan publik lainnya.
Di Indonesia, Nusantara 21 berkaitan dengan kebijakan – kebijakan mengenai daya
saing ekonomi masyarakat Indonesia menghadapi pasar global, kebijakan
pengurangan kesenjangan antara lapisan sosial ekonomi, kebijakan pertumbuhan
industri nasional khususnya industri teknologi telekomunikasi, kebijakan
perbaikan kondisi sosial masyarakat, kebijakan peningkatan pendidikan dan
pengajaran serta kebijakan melestarikan kebudayaan nasional.
Sedangkan mengenai kebijakan liberalisasi telekomunikasi tampaknya tidak
terlalu mendapat dukungan. Swasta dilibatkan tetapi masih terbatas. Tetapi yang
tampaknya terpenting dan khas dari N21 adalah interaksinya dengan kebijakan
persatuan dan kesatuan Indonesia dan pertahanan keamanan yang sangat kiat tidak
lepas dari nilai-nilai Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional (Yuliar,2001).